TARAKAN – Walaupun rekomendasi Upah Minimum Kota (UMK) telah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara, namun Para Buruh terus berupaya agar kenaikan upah dapat disesuaikan dengan besaran peningkatan ekonomi.
Sekertaris DPC Kahutindo Tarakan Ahmad Hamzah menuturkan jika pihaknya belum lama ini telah bertemu perwakilan Pemkot Tarakan. Kendati belum dapat bertatap muka kepada Walikota secara langsung karena beberapa faktor, namun pihaknya akan terus berupaya agar dapat menemui Walikota Tarakan.
“Dari surat yang kami kirim beberapa hari yang lalu, intinya meminta walikota untuk melakukan revisi terhadap kenaikan upah Kota Tarakan. Kemarin kami diterima kadis ketenagakerjaan tapi pak Wali belum sempat hadir dengan alasan sedang di luar Kota,”ungkapnya, Selasa (04/01/2022)
“Jadi yang kami sampaikan bahwa, dasar-dasar kenapa kami meminta untuk rekomendasi pengupahan itu direvisi. Sebagaimana diketahui, bahwa sesuai dengan keputusan MK, tentang uji materi uu Omnibuslaw, dinyatakan bahwa uu omnibuslaw itu bertentangan dengan uu ketenagakerjaan. Kedua, berdasarkan data BPS, bahwa peningkatan ekonomi Kaltara cukup baik. Tumbuh di atas 5 persen. Sedangkan angka inflasi hampir 1 persen,”sambungnya.
Menurutnya kebijakan kenaikan ini tidak sesuai dengan pertumbuhan ekonomi sesuai laporan BPS daerah. Sehingga hal tersebut dianggap sangat tidak mendasar.
“Artinya kenaikan ekonomi, tetapi yang dikembalikan ke buruh itu tidak sampai 1 persen. Yang menjadi rekomendasi Walikota itu hanya 12 ribu. Berdasarkan dengan PP (Peraturan Pemerintah) 36 Ciptakerja,”terangnya.
Selain itu, Ditegaskannya beberapa daerah telah berani mengambil sikap untuk tidak mengikuti PP tersebut. Sehingga menurutnya, seharusnya hal itu bisa menjadi contoh Pemkot Tarakan untuk berpihak kepada kaum buruh dan masyarakat kecil.
“PP 36 ini kan turunan dari Omnibuslaw yang kami anggap inkonstitusional. Oleh karena itu, kami meminta itu diubah. Selanjutnya, kalau kita mencermati akhir-akhir ini, ada provinsi dan kota yang memang sudah melakukan perubahan. Contohnya DKI Jakarya yang sudah diubah menjadi 5 persen UMPnya. Dan di Bulungan Pemerintahnya juga sudah merevisi rekomendasinya,”tukasnya
“Kami pikir sudah tidak ada lagi alasan Walikota untuk takut, karena sudah ada contoh. Gubernur DKI sudah melakukan itu. Kami minta juga kepada Walikota dapat berani juga memihak kepada buruh,”tuturnya.
Diterangkannya, pihaknya meminta agar rekomendasi UMK dapat disesuaikan sekita Rp 188 ribu sesuai perhitungan pertumbuhan ekonomi dan inflasi di tahun 2021.
“Nah kami tadi juga meminta untuk merevisi senilai Rp 188 ribu sekian. Itu kenaikan 5 persen dari UMK tahun 2021. Karena dasarnya pertumbuhan ekonomi dan inflasi hampir 1 persen. Dari hal itu sehingga kami meminta kepada walikota untuk merevisi rekomendasi ke gubernur,”ucapnya.
Sementara itu, Mariani selaku bendara TUKID pengurus unit kerja kahutindo PT Idec Wood menerangkan jika UU Ciptakerja Omnibuslaw telah mendapat pengakuan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinyatakan bertentangan dengan UU dasar 1945. Sehingga menurutnya, pihaknya akan terus berusaha agar dapat menemui Walikota Tarakan dengan berbagai cara.
“Memang UMP sudah ditetapkan. Tapi itu akn sebelum adanya putusan MK. Sehingga setelah ada putusan MK, kami meminta agar itu diubah. Karena keputusan MK kan juga produk hukum kan yang menyatakan Omnibuslaw bertentangan dengan undang-undang,”
“Kami menganggap kenaikan Rp 12 ribu itu tidak manusiawi dan kami akan berusaha berjuang sesuai kemampuan kami untuk mengubahnya. Kalau pak Wali tidak mengundang kami dalam waktu tertentu, maka kami akan datang sendiri beserta rombongan,”pungkasnya.