TARAKAN – Pesatnya teknologi dan informasi saat ini semestinya membuat aktivitas dalam kehidupan sehari-hari menjadi lebih mudah, akan tetapi kenyataannya masih terdapat masyarakat yang tidak dapat memanfaatkan kemudahan tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan yang dimiliki sebagian kecil masyarakat, salah satunya kemampuan membaca ialah buta aksara.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Tarakan, Tajuddin Tuwo saat dikonfirmasi menjelaskan, Disdikbud Kota Tarakan cukup kesulitan memantau perkembangan buta aksara. Selain karena keterbatasan, lajunya perputaran migrasi penduduk di Kota Tarakan membuat perkembangan buta aksara mengalami perubahan yang tidak menentu. Meski demikian, ia menerangkan dalam beberapa tahun terakhir angka buta aksara di kota Tarakan rata-rata didominasi usia 40 hingga 60 tahun ke atas.
“Saat terakhir saya menjabat sebagai kepala Disdikbud dan kembali ke sini lagi, kami masih mengalami kendala yang sama dalam mendata angka buta aksara di Kota Tarakan ini, Itu karena keluar masuknya orang di tarakan sehingga sulit menghitung jumlah pastinya karena kebanyakan masyarakat buta huruf tersebut adalah pendatang,” ujarnya, (06/02).
Dijelaskan Tajuddin lagi, Berdasarkan Data Disdikbud tahun 2016, dari data 20 kelurahan, terdapat 386 orang yang masih buta aksara.
“Itu data terakhir laporan dari 2016. Tapi karena terbatasnya kemampuan dan juga kondisi penduduk Tarakan, maka pemantauan mengalami sedikit kendala. hanya dengan menerima laporan dari kelurahan,” tuturnya.
Disamping karena terbatasnya kemampuan melakukan pemantauan, dijelaskannya jika masalah buta aksara saat ini tidak sepenuhnya kewenangan Disdikbud kota Tarakan, melainkan juga wewenang Dinas sosial, Meskipun tetap melakukan koordinasi intens.
“Persoalan ini kan lebih ke masalah sosial dan kami memang juga lebih terfokus pada dunia pendidikan. Tapi bukan berarti kami tidak memperhatikan ini, Kami juga tetap melakukan koordinasi bersama dinas sosial dalam pemantauan,” tukasnya.
Walaupun Disdikbud memiliki Program Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk meminimalisir buta aksara, namun menurutnya hal tersebut belum berjalan efektif. Mengingat sulitnya menyadarkan masyarakat yang sebagian besar terdiri dari para lansia.
“Sebenarnya ada program PKBM, tapi karena terbatasnya kemampuan anggaran, sekarang juga program itu tidak berjalan intens, karena harus bayar tenaga pengajar. Selama ini juga berharap sama mahasiswa yang KKN untuk dijadikan tenaga pengajar, Kalau tidak ada ya harus menunggu lagi. Tapi memang susah juga mengajar orang tua, karena belum tentu bisa cepat mengerti karena fungsi tubuh yang menurun,” bebernya. (Suf)