Kalimantan Utara adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian utara Pulau Kalimantan. Provinsi ini berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, yaitu Negara Bagian Sabah dan Sarawak. Provinsi Kalimantan Utara memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah, salah satunya adalah sumber daya alam dari laut dan budidaya perikanan Kaltara. Sektor ini sangat didukung oleh letak geografis kaltara yang merupakan wilayah kepulauan. Dimana panjang garis pantai Kaltara sekitar 3.557,65 kilometer dengan luas perairan 776.845,39 hektare dan memiliki 182 pulau.
Luas tambak di Kalimantan Utara merupakan yang terluas di Indonesia yaitu 149.958 haktare, meskipun diperkaya dengan sumber daya perikanan beserta dengan segala potensinya fakta dilapangan menunjukkan masih adanya masalah pada kondisi perekonimian kaltara tepatnya pada sektor perikanan, dalam hal ini terkait nilai jual komoditi perikanan, terdapatnya keluhan dari pelaku usaha pertambakan udang di kaltara, yang mengeluhkan terkait belum adanya peningkatan harga jual udang hingga saat ini, padahal persoalan ini sudah ada sejak tahun 2017.
Harga udang windu di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) tak kunjung stabil. Hingga hari ini, harga udang dari budidaya tambak itu terus merosot menjadi Rp80 ribu per kilogram untuk size 20. Padahal sebelumnya harga udang windu sempat normal di kisaran Rp180-200 ribu per kilogram. Kondisi yang sama juga terjadi untuk size lainnya. Meskipun ada tambahan berupa komisi perkilonya namun hal tersebut tidak lantas menyelesaikan masalah mengingat komisi pun tidak menentu bisa tinggi bisa rendah.
Hal ini tentu memberatkan bahkan sampai merugikan petambak karna penghasilan yang didapatkan tidak sesuai dengan yang dikeluarkan, ini disebabkan karna naiknya harga bibit udang, sehingga petambak pun meringis dengan modal yang lebih besar pula belum lagi dengan naiknya BBM yang disertai dengan ikut naiknya beberapa harga bahan pokok yang membuat ikut naiknya dana oprasional nelayan.
Persoalan ini membuat nelayan resah dan bingung, karna nelayan hanya mengetahui turunnya harga udang tanpa mengetahui persis penyebabnya, pada Februari 2020 pihak Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Provinsi Kaltara menyatakan, jikalau penurunan terjadi, bisa dipastikan karena faktor turunnya permintaan udang di luar negeri, khususnya di Jepang. Namun saat ini berdasarkan Laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Utara Februari 2022menunjukan bahwa, ekspor komoditas hasil perikanan, yakni udang telah kembali mengalami peningkatan sebesar 4,67% (yoy) setelah mengalami kontraksi sebesar 1,04% (yoy) pada triwulan III 2021. Namun Kembali disayangkan karna harga jual udang windu tetap tidak mengalami peningkatan.
Dugaan adanya mafia dibalik anjloknya harga udang di kaltara dan kota Tarakan pada khususnya menjadi isu yang hangat ditengah masyarakan khususnya nelayan di kaltara, bagaimanan mungkin disaat permintaan meningkat harganya justru turun. Asumsi ini diperkuat dengan perbandingan harga udang windu diluar Kaltara yang justru mengalami kenaikan. Sebagai perbandingan pada tahun 2019, harga udang windu berkisar Rp 64. 250 hingga Rp. 151. 500 per kg. sementara itu jika dibandingkan dengan tahun 2020 dan 2021, harga udang windu tahun 2022 mengalami kenaikan. Sebagai contoh, udang windu pancet size yang dijual dengan harga Rp 140.000 per kg tahun 2020 dan 2021, naik menjadi Rp 240.000 per kg tahun 2022. (biaya.info January 2022)
Fakta tersebut Kembali memberikan tanda tanya besar kepada kita semua, apakah memang benar ada mafia dibalik merosotnya harga udang di kaltara, padahal kalau berbicara tentang kualitas perlu kita ketahui bahwa Kaltara juga merupakan salah satu penghasil udang windu terbaik di dunia. Seperti yang kita ketahui pada 2021, produksi udang windu di kaltara mengalami kenaikan 7,48 persen dari tahun 2020.
Beberapa upaya sudah dilakukan oleh para pelaku usaha pertambakan salah satunya mengadukan kepada pemerintah termasuk kepala daerah, namun sangat disayangkan sampai dengan hari ini belum ada solusi kongkrit yang diberikan, kalau kita tarik kebalakang menuntaskan persoalan ini bahkan menjadi janji politik kepala daerah seperti yang pernah disampaiakn oleh Walikota Tarakan dr. H. Khairul, M.Kes., pada masa kampanyenya berkomitmen akan menyelesaikan persoalan tersebut, namuan kurang lebih 3 setengah tahun menjalankan amanah sebagai Walikota Tarakan realisasi daripada janji politiknya tersebut belum juga tercapai.
Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh gubernur Kalimantan Utara Drs. H. Zainal A. Paliwang, yang bahkan berdasarkan sumber dari media nahkoda dari 5 kabupaten kota ini punya strategi khusus untuk menyelesaikan persoalan tersebut, namun sangat disayangkan karna terhitung sejak tanggal 15 februari 2021 sampai dengan hari ini salah satu janji politiknya tersebut belum juga terealisasikan, hal ini tentu harus mendapat perhatian khusus jangan sampai masyarakat menjustifikasi, para kepala daerah yang lahir dari rahim partai politik hanya pandai mengobral janji, dan tak mampu memberikan bukti.
Belum terselesaikannya persoalan ini serta masih banyaknya keluhan masyarakat, memberikan tanda tanya besar terkait kemampuan para kepala daerah dalam menyikapi persoalan yang ada, padahal jika pihak pemerintah serius menyikapi persoalan ini, beberapa langkah bisa dilakukan seperti membentuk SRG (Skema Resi Gudang) khusus untuk udang. Dengan SRG nelayan atau petani dapat menunda penjualanya saat harga jatuh, serta kemudian menjualnya pada saat harga baik.
Tak hanya itu, SRG juga merupakan instrumen perdagangan maupun keuangan yang memungkinkan komoditas yang disimpan dalam gudang memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan, tanpa diperlukan jaminan lainnya. serta agar lebih implementatif ditambah dengan kebijakan berupa peraturan gubernur (PERGUB) untuk menjaga stabilitas harga udang windu. Pertanyaanya meskipun sudah berlarut-larut mengapa langkah ataupun kebijakan yang diambil? Apakah ada udang dibalik batu? Dear kepala daerahku jangan jadi pejabat tinggi yang hanya bisa berjanji tanpa pernah ditepati.