TARAKAN – Anggota Dewan Pers Paulus Tri Agung Kristanto menerangkan sejauh ini peran Jurnalis cukup rawan menjadi alat politik dalam setiap momen menjelang pesta Demokrasi. Selain itu sejauh ini tidak sedikit media yang ditunggangi polisi atau pun parpol dalam menjalankan strategi politiknya. Walau demikian, ia mengakui hal tersebut tidak sepenuhnya salah, lantaran media juga merupakan perusahaan komersil yang mencari profit. Hanya saja, kata dia hal tersebut juga tidak meninggalkan independensi media dan jurnalis.
“Tahun politik ada tahun yang menantang bagi pewarta karena adanya tarikan-tarikan dari kelompok politik praktis, baik di partai politik, maupun orang yang muncul sebagai peserta pemilu. Itu kan sangat besar. Kenapa wartawan, jurnalis atau pewarta ditarik untuk mereka, karena sejak awal wartawan telah memiliki jaringan,”katanya.
Dikatakannya, adapun untuk seorang jurnalis yang ingin terlibat politik praktis agar dapat menonaktifkan sementara status jurnalisnya. Sehingga hal tersebut tidak merusak citra profesi jurnalis yang rawan menjadi alat politik.
“Inilahnyang disebut tantangan karena seorang wartawan harus menjaga independensinya. Sehingga Dewan Pers selalu mengimbau siapa pun wartawan yang menjadi timses, dia maju menjadi caleg, apapun kegiatannya dengan politik praktis, sebaiknya dia nonaktif,”tuturnya.
“Apakah setelah itu dia boleh aktif kembali menjadi wartawan, boleh. Yang penting dia harus tetap menjaga independensinya, marwahnya yang didalam mengedepankan kemanusiaan dan moral. Jadi Dewan Pers tentu tidak bisa melarang wartawan menjadi bagian dari kegiatan politik praktis. Tetapi, sesuai dengan kode etik jurnalistik maka Dewan Pers akan mengingatkan terus kepada wartawan menjaga independensinya,”lanjutnya.
Dikatakannya, sebenarnya kondisi jurnalis di ibu kota dan daerah tidak lah jauh berbeda. Hanya saja, jumlah SDM di daerah yang menurutnya lebih sedikit membuat tekanan dan godaan lebih besar daripada jurnalis di ibu kota.
“Sebenarnya wartawan di daerah tidak ada bedanya dengan wartawan di ibu kota. Karena tarikan-tarikannya sama besarnya. Bahkan karena di daerah itu SDMnya lebih sedikit, tarikannya pasti lebih kuat. Karena di pusat cukup banyak jumlah wartawan. Jangan lupa, jurnalis adalah profesi yang terbuka. Maksudnya kita tidak punya persyaratan khusus untuk menjadi seorang pewarta,”
“Dan profesi yang terbuka itu, adalah profesi politisi. Sehingga, irisanya tipis sekali. Contohnya saya kapan pun bisa masuk di dalam politik praktis, sebaliknya seorang politisi dia juga bisa menjadi wartawan. Tinggal dia masuk ke media, dia bisa menjadi wartawan. Jadi ini yang membuat tarikan kepentingan dalam hal politik praktis,”tandasnya.